26 Februari 2009 |
Sensasi dalam Sebelas Menit |
Bagi seorang perempuan, cinta seringkali hanya menimbulkan sebuah penderitaan, luka dan cacat dalam kehidupan. Cinta yang semula begitu agung, sakral, suci dan dimuliakan oleh kebanyakan manusia, terkadang menjadi realitas yang menyedihkan dan ditakuti oleh sebagian orang, khususnya kaum perempuan. Para perempuan yang seharusnya layak dan berhak untuk sekadar mendapatkan kebahagiaan dari kaum lelaki, ternyata tak selalu mendapatkan apa yang mereka harapkan. Sesungguhnya, kebahagiaan dan cinta sejati bagi perempuan hanya berada pada alam maya yang tidak pernah menemukan kata pasti. Lantas, bagaimana perempuan memaknai "cinta dan kebahagiaan"? Apakah cinta yang seringkali berwujud simbol penyatuan fisik; "Seks" di antara dua jenis gender mampu menembus batas makna kesakralannya? Pertanyaan-pertanyaan ini akan kita temukan jawabannya dalam Novel Eleven Minutes karangan Paulo Coelho.
*****
Apakah menjadi pelacur adalah sebuah pilihan hidup? Mungkin itu yang menjadi pertanyaan Maria seorang gadis asal Brasil yang menjadi lakon dalam Novel Eleven Minutes tersebut. Eleven Minutes adalah sebuah kisah cinta ala “Pretty Woman” dalam rekaan pengarang novel best seller Paulo Coelho. Cerita dalam novel ini memang sedikit berbeda dengan Novel Paulo Coelho sebelumnya seperti “The Alchemist,” karena tema yang diangkat dalam Eleven Minutes adalah tema orang dewasa yaitu seputar persetubuhan, judul Eleven Minutes atau Sebelas menit sendiri mengarah pada durasi rata-rata perbuatan tersebut dilakukan. Namun bukan berarti Eleven Minutes ini hanya melulu membahas seputar hubungan badan saja, tapi juga membahas mengenai cinta, kehidupan dan tentu saja tema favorit Coelho yaitu seputar mimpi-mimpi.
Kisah ini tentang kehidupan seorang gadis lugu bernama Maria yang mempunyai cita-cita dan mimpi untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Maria tinggal di sebuah desa kecil di Brasil dan sejak remaja dia begitu yakin tidak akan pernah menemukan cinta sejati dalam kehidupannya.. Suatu saat ketika dia berhijrah ke kota dia bertemu dengan seseorang yang secara kebetulan di Rio de Janeiro berjanji akan menjadikannya aktris terkenal di Swiss. Namun, terkadang kenyataan berbeda dengan harapan. Janji itu ternyata palsu dan bohong belaka. Kenyataannya, Maria dihadapkan dengan lika-liku kehidupan yang membuatnya untuk memilih jalan hidup yang tidak sesuai dengan keinginannya. Ia harus menjual diri untuk bertahan hidup. Maka, dengan sepenuh kesadaran ia memilih untuk menjalani profesi sebagai pelacur dengan harapan, ia mampu mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati yang selalu diidam-idamkan oleh setiap wanita. Ternyata, pekerjaan ini semakin menjauhkannya dari cinta sejati. Meskipun semula ia begitu yakin bahwa ia dapat secara mudah berhenti kapan saja untuk menjalani profesi hina itu, ternyata ia sulit melakukannya. Padahal, ia sangat berharap, kelak dapat hidup secara normal dengan menjadi seorang istri dari seorang suami yang sangat mencintainya dan seorang ibu dari anak-anak yang terlahir dari rahimnya.
Pengalaman demi pengalaman yang ditemuinya jauh dari apa yang selama ini diangankannya. Berkali-kali ditipu, gagal, kecewa, putus asa, menjadikan sosok Maria yang tadinya lugu, mulai bermetamorfosa jadi seseorang yang demikian lihai mengolah perasaannya. Maria sangat pandai menjaga hatinya untuk tidak jatuh cinta, hingga akhirnya bertemu dengan seniman pelukis bernama Ralf yang menurut penilaian Maria mempunyai kepribadian unik dan beda sekali dengan pria-pria lainnya. Ralf mulai memasuki hidupnya, tameng-tameng emosional, keyakinan Maria pun diuji. Dia mesti memilih untuk terus menjalani kehidupan gelap itu, atau mempertaruhkan segalanya demi menemukan "cahaya di dalam dirinya". Mampukah dia beralih dari sekadar penyatuan fisik ke penyatuan dua pikiran atau dua jiwa---ke suatu tempat di mana seks merupakan sesuatu yang sakral?
Yang paling menarik dalam buku ini adalah proses pencarian jati diri Maria yang memulai segalanya dari nol. Ceritanya terkesan lebih natural, apalagi tulisan-tulisannya dan pemahaman tentang cinta, kehidupan, dan seks yang sangat lugas tapi tidak terkesan vulgar. Dalam novel ini, Coelho kembali menggambarkan tokoh utamanya sebagai seseorang manusia yang gemar berpetualang untuk mewujudkan mimpi-mimpinya dan menyajikan kisah kehidupan manusia yang penuh dengan inspirasi dan pencerahan. Sungguh berbeda memang dengan novel-novel sebelumnya karena Paulo Coelho menantang segala prasangka kita, membuka pikiran kita dan membuat kita benar-benar terperangah. Lewat sosok Maria, Paulo Coelho ingin menunjukkan pada kita akan keberadaan cinta sejati dan makna seks yang seringkali dianggap tabu untuk dimengerti. Menurut Paulo Coelho, kenikmatan seks yang hanya bertahan selama 11 Menit dalam sehari ternyata merupakan esensi dari perjalanan kehidupan manusia yang panjang. Aktivitas kehidupan dalam sehari yang tersusun dari 24 Jam atau 1440 Menit ternyata menemukan makna kehakikian ketika manusia tenggelam dalam sensasi aktivitas seks yang hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 11 Menit. Di sebelas menit inilah, manusia berada pada puncak kesadaran dan naluri kemanusiaannya. Puncak penyatuan dua fisik dan jiwa. Setidaknya, novel ini adalah jalan bagi kita untuk lebih bisa memaknai cinta dengan makna kehakikiannya. Membaca novel ini, kita diajak untuk terus berada pada alur pencarian cinta dan kebahagiaan yang sejati.
**********
Label: buku, fiksi, perempuan, pesan, umum |
posted by ANGGUN PUSPITA @ 2/26/2009 10:08:00 PM |
|
1 Comments: |
-
aku blom pernah bc novel2nya Coelho.. susah dimengerti ga sih ceritanya? Novelnya Ilana Tan juga bagus (Winter in Tokyo, dll).. ceritanya sederhana tp penyampaiannya bagus
|
|
<< Home |
|
|
|
|
|
aku blom pernah bc novel2nya Coelho.. susah dimengerti ga sih ceritanya? Novelnya Ilana Tan juga bagus (Winter in Tokyo, dll).. ceritanya sederhana tp penyampaiannya bagus